Pernah merasakan ini? Anak tiba-tiba marah karena mainan direbut adiknya. Tangisan dan teriakan memekakkan telinga. Darah naik ke kepala. Jantung berdebar kencang. Dan yang terjadi selanjutnya?
Kamu ikut marah.
“Berhenti menangis! Sudah dikasih mainan lain kenapa masih marah juga!”
“Kamu ini anak yang nggak pernah puas ya!”
“Kalau masih teriak, kamu dikirim ke kamar saja!”
Nah, bayangin kalau setiap kali anak marah, kamu malah ikut marah juga. Apa yang terjadi dengan hubungan kalian?
Anak yang tadinya cuma marah karena mainan, sekarang jadi marah gara-gara kamu. Emosi mereka makin memuncak. Teriakan makin keras. Dan yang terjadi? Perang dingin yang nggak ada habisnya.
Sebelum kita bahas solusinya, penting untuk memahami kenapa kita sebagai orang tua juga bisa ikut marah:
Emosi itu menular, terutama dalam hubungan yang dekat. Ketika anak marah, secara alami kita juga merasakan ketegangan itu.
Kalau seharian kita sudah stres dengan kerjaan, urusan rumah, dan berbagai hal lain, emosi anak bisa jadi pemicu ledakan.
Kita berharap anak bisa mengontrol emosi dengan baik. Ketika mereka nggak bisa, kita jadi kecewa dan marah.
Kalau dulu kita sering diteriaki ketika marah, secara otomatis kita akan melakukan hal yang sama ketika anak marah.
Anak belajar bahwa marah itu hal yang buruk. Mereka mulai menahan emosi, yang bisa berujung pada masalah mental di masa depan.
Setiap kali anak butuh bantuan mengelola emosi, mereka justru mendapat bentakan. Lama-lama, mereka nggak akan mau curhat lagi.
Kalau kita marah dengan cara teriak, anak akan belajar bahwa teriak adalah cara yang benar untuk mengungkapkan kemarahan.
Anak merasa bahwa mereka nggak bisa mengontrol diri dengan baik, sehingga harga diri mereka menurun.
Ketika merasa emosi naik, hentikan sejenak. Tarik napas dalam-dalam tiga kali. Ini akan membantu menenangkan sistem saraf.
Anak yang marah bukan musuh. Mereka sedang belajar mengelola emosi. Ini kesempatan untuk membimbing, bukan bertarung.
Jangan berdiri di atas anak sambil marah. Duduklah di level yang sama. Ini akan membuat anak merasa dihargai.
“Kamu marah ya karena mainanmu diambil?”
“Aku ngerti kamu kesal banget.”
“Marah itu wajar, tapi kita cari cara yang lebih baik untuk ngungkapinnya.”
Kadang anak butuh waktu untuk menenangkan diri. Jangan buru-buru memaksanya berhenti marah. Beri ruang.
Anak: “Aku pengen mainan itu! Kenapa nggak beliin!” (sambil teriak di supermarket)
Yang Bisa Kamu Lakukan:
Anak: “Kenapa aku nggak boleh main gadget lagi! Ini nggak adil!” (sambil melempar bantal)
Yang Bisa Kamu Lakukan:
Anak: “Adikku selalu ambil mainanku! Aku benci dia!” (sambil menangis tersedu-sedu)
Yang Bisa Kamu Lakukan:
Ganti kalimat-kalimat yang memicu kemarahan dengan kalimat yang menenangkan:
❌ “Berhenti menangis!”
✅ “Aku lihat kamu sedang sangat sedih”
❌ “Kamu ini anak yang nggak pernah puas!”
✅ “Aku ngerti kamu sangat menginginkan itu”
❌ “Kalau masih teriak, kamu dikirim ke kamar!”
✅ “Kamu bisa tenang dulu di kamar, aku di sini menunggu kamu”
❌ “Kamu nggak boleh marah!”
✅ “Marah itu wajar, tapi kita bisa ngungkapin dengan cara yang lebih baik”
Buat rutinitas harian yang menenangkan seperti membaca bersama, meditasi sederhana, atau bermain musik.
Gunakan kartu emosi atau buku gambar yang menunjukkan berbagai perasaan. Ajak anak mengenal dan mengekspresikan emosi mereka.
Bermain peran situasi yang bisa memicu kemarahan. Tunjukkan cara menghadapinya dengan baik.
Ketika anak berhasil mengelola emosi dengan baik, beri pujian spesifik:
Kalau anak sering marah tanpa alasan yang jelas, atau kemarahan mereka sangat intens dan sulit dikendalikan, mungkin perlu konsultasi dengan ahli. Tanda-tanda yang perlu diwaspadai:
Bayangin kalau setiap kali anak marah, kamu malah ikut marah juga. Hubungan kalian bisa jadi kacau, anak bisa kehilangan kepercayaan diri, dan mereka belajar cara mengelola emosi yang salah.
Tapi bayangin juga kalau kamu bisa tetap tenang saat anak marah. Kamu jadi tempat yang aman bagi mereka untuk mengekspresikan perasaan. Kamu jadi guru yang baik dalam mengelola emosi. Dan anak kamu tumbuh menjadi pribadi yang bisa mengontrol diri dengan baik.
Perubahan dimulai dari diri kita sebagai orang tua. Ketika kita bisa mengelola emosi sendiri, kita memberikan contoh yang luar biasa bagi anak.
Jadi, besok kalau anak kamu marah lagi, ingatlah bahwa ini bukan pertarungan. Ini kesempatan untuk membimbing mereka menjadi pribadi yang lebih baik dalam menghadapi emosi.
Ingin tips lebih banyak tentang mengelola emosi anak? Follow instagram.com/khadekids sekarang juga!
Leave a Comment