Pernah nggak sih, melihat anak yang sebelumnya ceria dan aktif, tiba-tiba berubah jadi pendiam dan mudah marah? Atau anak yang biasanya lahap makan, sekarang malah sering mengeluh sakit perut dan nggak nafsu makan?
Banyak orang tua menganggap ini sebagai fase perkembangan normal. “Masa puber,” kata mereka. “Anak lagi ngambek,” timpal yang lain. Tapi, tahukah kamu bahwa perubahan perilaku ini bisa jadi tanda bahwa anak sedang mengalami stres?
Stres pada anak memang berbeda dengan stres pada orang dewasa. Anak belum punya kemampuan untuk mengungkapkan perasaan mereka secara verbal dengan baik. Jadi, stres mereka sering kali diekspresikan lewat perilaku, bukan kata-kata.
Anak bisa stres karena berbagai hal, dan tidak selalu karena masalah besar. Beberapa pemicu stres yang sering terlewat:
Anak sangat bergantung pada rutinitas. Perubahan jadwal tidur, pindah sekolah, atau bahkan liburan panjang bisa memicu stres.
Tuntutan belajar yang berlebihan, ujian yang terlalu sering, atau perbandingan dengan teman sekelas bisa membuat anak merasa tertekan.
Bullying di sekolah, perselisihan dengan teman, atau kesulitan bergaul bisa menjadi sumber stres yang dalam.
Perceraian orang tua, konflik antar anggota keluarga, atau perubahan ekonomi keluarga juga bisa mempengaruhi kesehatan mental anak.
Konten negatif di media sosial atau berita yang terlalu berat bisa membuat anak merasa cemas dan takut.
Anak yang biasanya lahap makan, tiba-tiba kehilangan nafsu makan. Atau sebaliknya, mulai makan berlebihan saat stres. Keluhan sakit perut atau mual juga sering muncul.
Sulit tidur, sering terbangun di malam hari, atau mimpi buruk yang berulang. Anak juga bisa jadi lebih takut tidur sendiri.
Mudah marah, sering menangis, menjadi lebih pendiam, atau sebaliknya menjadi sangat bergantung pada orang tua.
Anak kesulitan fokus pada pelajaran, sering lupa tugas, atau tidak bisa duduk diam saat belajar.
Sakit kepala, sakit perut, atau merasa lelah terus meski sudah cukup istirahat.
Anak yang biasanya aktif bermain dengan teman, sekarang lebih suka sendirian di kamar. Atau menolak ikut kegiatan yang sebelumnya dia sukai.
Nilai yang menurun drastis, atau anak yang biasanya rajin, tiba-tiba menjadi malas belajar.
Anak yang sudah besar, tiba-tiba kembali ke perilaku masa kecil seperti ngompol, mengisap jari, atau menangis saat dipisahkan dari orang tua.
Jangan menunggu sampai perilaku anak benar-benar berubah drastis. Perhatikan perubahan kecil seperti:
Buat suasana di rumah yang membuat anak merasa aman untuk berbicara. Bukan hanya bertanya “Apa kabar?” tapi juga “Apa yang membuat kamu senang hari ini?” atau “Apa yang membuat kamu kesal?”
Waktu bermain atau ngobrol santai bisa menjadi momen anak membuka hati. Saat anak merasa dicintai dan diterima, mereka lebih mudah berbagi perasaan.
Hindari kalimat seperti “Duluan kamu nggak begini” atau “Kenapa sekarang jadi susah?” Ini bisa membuat anak merasa bersalah dan semakin tertekan.
Katakan hal-hal seperti:
Validasi ini membuat anak merasa bahwa perasaannya diterima, bukan dihakimi.
Ajak anak mengenali apa yang membuat mereka stres. Gunakan pertanyaan sederhana:
Rutinitas yang konsisten bisa memberikan rasa aman bagi anak. Jadwal tidur, makan, dan bermain yang teratur sangat membantu.
Kalau anak stres karena tekanan sekolah, bicaralah dengan guru atau konselor sekolah. Kalau stres karena media, batasi waktu paparan terhadap konten negatif.
Pertimbangkan konsultasi dengan psikolog anak jika:
Setiap pagi, tanyakan perasaan anak:
Sebelum tidur, ajak anak merefleksikan hari:
Luangkan waktu tanpa ponsel atau televisi. Cukup duduk bersama, bermain, atau ngobrol santai.
Daripada “Nilai kamu bagus!”, katakan “Mama senang lihat kamu belajar dengan tekun.”
Stres pada anak bukan hal yang bisa diabaikan dengan alasan “masih kecil”. Anak juga butuh perhatian emosional yang sama pentingnya dengan kebutuhan fisik mereka. Dengan kepekaan dan kesabaran, kita bisa membantu anak melewati masa-masa sulit dengan lebih sehat.
Ingat, tugas kita bukan membuat anak selalu bahagia, tapi membantu mereka belajar mengelola semua perasaan yang mereka alami.
Kalau kamu ingin baca tips-tips serupa, follow Instagram kami di @khadekids ya! Tempatnya ngobrol ringan soal anak dan kesehatan mental yang sering terlewat.
Leave a Comment